IPM JAWA BARAT KOQ MASIH RENDAH YA????
Assalaamualaikum,
Metode perhitungan IPM di Indonesia harus ditinjau kembali dengan menggunakan data yang lebih akurat. Saya punya pengalaman dalam menghitung IPM dengan menggunakan data statistik yang bersumber dari BPS. Ternyata banyak kelemahannya. Oleh karena itu, jika Jawa Barat ingin menghitung IPM sebaiknya menggunakan data riil yang diperoleh dari masing-masing desa dan kelurahan secara berantai kemudian diakumulasikan pada tingkat provinsi (terutama untuk menghitung indeks pendidikan dan indeks kesehaatan). Untuk menghitung purchasing power parity sebaiknya menggunakan angka hasil sensus ekonomi yang dilakukan dengan saksama (jangan asal) dan bukan hasil sampling. Dengan metode ini saya yakin bahwa akan terjadi perbedaan yang sangat signifikan karena data yang digunakan oleh BPS adalah data hasil ekstrapolasi. Konsekuensinya adalah variabel yang digunakan harus lebih banyak.
Mudah-mudahan ada yang mendengar (membaca).
Untuk memacu indeks pendidikan dan kesehatan jauh lebih mudah melalui peningkatan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sehingga hasil akhirnya dapat dengan mudah dilihat. Karena Provinsi Jawa Barat sekarang sudah berbeda dengan keadaan 15 tahun lalu dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan.Cakupan layanan kesehatan dan pendidikan sudah semakin rendah per satuan institusi.
Memacu Purchasing Power Parity juga menjadi lebih mudah karena hal tersebut dapat ditingkatkan melalui investasi terutama industri manufaktur dan industri berbasis teknologi tinggi. Maksudnya adalah, dengan peningkatan investasi yang berganda akan menyerap tenaga kerja lebih banyak, sehingga akan ada redistribusi pendapatan. Namun harus diingat, prioritas penyerapan tenaga kerja adalah untuk tenaga kerja lokal. Jangan membiarkan tenaga migran menyerbu Jawa Barat. Kalau migrasi masuk lebih banyak, percuma saja, seperti sekarang. Tingkat pengangguran semakin tinggi karena lowongan kerja yang ada diisi oleh pekerja migran. Disisi lain, kompleksitas permasalahan kependudukan akan semakin merumitkan perencanaan pembangunan.
Hal lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah dalam setiap kesempatan seminar, lokakarya, dan sejenisnya, mutlak harus menghadirkan para pejabat pengambil keputusan, jangan cuma hadir pada pembukaan sehingga pemutusan rencana program penting dapat dengan mudah dan cepat. Kalau yang hadir cuma kepala seksi atau staf,,,..... yaaa sudah pasti jawabannya cuma berisi: NANTI SAYA SAMPAIKAN PADA ATASAN SAYA". Karena atasannya tidak paham IPM, akhirnya program tidak jalan. Selain itu para peserta workshop atau seminar itu jangan cuma diajari menghitung dan membaca IPM, tapi harus diajari cara menganalisis dampak nilai IPM dan cara menyiapkan program sebagai konsekuensi dari nilai IPM yang ada,,,,....
Wassalaam,
Endih Herawandih
Assalaamualaikum,
Metode perhitungan IPM di Indonesia harus ditinjau kembali dengan menggunakan data yang lebih akurat. Saya punya pengalaman dalam menghitung IPM dengan menggunakan data statistik yang bersumber dari BPS. Ternyata banyak kelemahannya. Oleh karena itu, jika Jawa Barat ingin menghitung IPM sebaiknya menggunakan data riil yang diperoleh dari masing-masing desa dan kelurahan secara berantai kemudian diakumulasikan pada tingkat provinsi (terutama untuk menghitung indeks pendidikan dan indeks kesehaatan). Untuk menghitung purchasing power parity sebaiknya menggunakan angka hasil sensus ekonomi yang dilakukan dengan saksama (jangan asal) dan bukan hasil sampling. Dengan metode ini saya yakin bahwa akan terjadi perbedaan yang sangat signifikan karena data yang digunakan oleh BPS adalah data hasil ekstrapolasi. Konsekuensinya adalah variabel yang digunakan harus lebih banyak.
Mudah-mudahan ada yang mendengar (membaca).
Untuk memacu indeks pendidikan dan kesehatan jauh lebih mudah melalui peningkatan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sehingga hasil akhirnya dapat dengan mudah dilihat. Karena Provinsi Jawa Barat sekarang sudah berbeda dengan keadaan 15 tahun lalu dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan.Cakupan layanan kesehatan dan pendidikan sudah semakin rendah per satuan institusi.
Memacu Purchasing Power Parity juga menjadi lebih mudah karena hal tersebut dapat ditingkatkan melalui investasi terutama industri manufaktur dan industri berbasis teknologi tinggi. Maksudnya adalah, dengan peningkatan investasi yang berganda akan menyerap tenaga kerja lebih banyak, sehingga akan ada redistribusi pendapatan. Namun harus diingat, prioritas penyerapan tenaga kerja adalah untuk tenaga kerja lokal. Jangan membiarkan tenaga migran menyerbu Jawa Barat. Kalau migrasi masuk lebih banyak, percuma saja, seperti sekarang. Tingkat pengangguran semakin tinggi karena lowongan kerja yang ada diisi oleh pekerja migran. Disisi lain, kompleksitas permasalahan kependudukan akan semakin merumitkan perencanaan pembangunan.
Hal lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah dalam setiap kesempatan seminar, lokakarya, dan sejenisnya, mutlak harus menghadirkan para pejabat pengambil keputusan, jangan cuma hadir pada pembukaan sehingga pemutusan rencana program penting dapat dengan mudah dan cepat. Kalau yang hadir cuma kepala seksi atau staf,,,..... yaaa sudah pasti jawabannya cuma berisi: NANTI SAYA SAMPAIKAN PADA ATASAN SAYA". Karena atasannya tidak paham IPM, akhirnya program tidak jalan. Selain itu para peserta workshop atau seminar itu jangan cuma diajari menghitung dan membaca IPM, tapi harus diajari cara menganalisis dampak nilai IPM dan cara menyiapkan program sebagai konsekuensi dari nilai IPM yang ada,,,,....
Wassalaam,
Endih Herawandih