Rabu, 22 Oktober 2014

SURAT TERBUKA UNTUK WALIKOTA BOGOR


Kepada Yth. Bapak Walikota Bogor


Pada Tanggal 19 September 2014 yang lalu, saya pernah menulis surat melalui inbox kepada Walikota Bogor yang kita hormati. Surat itu menyangkut permasalahan pelik lalu-lintas di Kota Bogor.
Kemarin kita sudah mendengat pengumuman dari hasil kajian Kemeterian Perhubungan yang menobatkan Kota Bogor sebagai Kota Peringkat Pertama Kemacetannya.
Bapak Walikota Bogor dapat menggunakan usulan saya ini, sebagai langkah cepat dan mudah untuk mengatasai kemacetan yang terjadi.
Semoga Berkenan
Kang Bima Arya, Walikota Bogor yang Kami Banggakan,
Sebelumnya saya mohon maaf, karena memberanikan diri menulis ini, karena saya hanyalah rakyat biasa, bukan siapa-siapa dan tidak punya maksud terselubung. Tujuannya hanya ingin menyumbangkan saran bagi kemajuan Kota Bogor yang kita Cintai. Saya percaya PEMKOT Bogor sudah mempunyai rencana yang sama atau bahkan lebih baik dengan harapan kami.
Bogor adalah kota yang dicintai semua orang. Kota Bogor memang sangat sejuk dulunya dan tidak pernah macet dulunya. Seiring perkembangan zaman dan petumbuhan ekonomi menyebabkan Kota Bogor serasa menjadi kota metropolitan yang penuh sesak.
Bisa dibayankan, infrastruktur jalan yang tidak berubah banyak dari tahun 1978 sampai sekarang dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang berlipat ganda dan jumlah kendaraan yang luar biasa. Semuanya tidak sebanding dengan infrastruktur dan sarana kota yang tersedia. Kang Bima mempunyai beban berat menghadapi tuntutan dan harapan warga kota. Tuntutan dan harapan tersebut tentunya sangat terkait erat dengan posisi Kota Bogor sebagai salah satu hinterland yang menjadi tujuan wisata dari berbagai penjuru negeri. Sudah sangat dimaklumi oleh semua warga kota, bahwa setiap hari Sabtu dan Minggu atau hari libur, terutama awal bulan sampai sekitar tanggal 20-an, Kota Bogor dipenuhi oleh tamu yang ingin menikmati indahnya dan beragamnya kenikmatan yang bisa diperoleh di Kota Bogor.
Karena banyaknya tamu, maka sudah pasti seluruh jalanan di Kota Bogor penuh sesak oleh berbagai jenis kendaraan. Kita sebagai warga kota tentunya harus senang dan bangga karena Kota Bogor menjadi tujuan wisata dan dicintai oleh warga kota/daerah lain. Sudah barang tentu kalau seluruh jalanan di Kota Bogor macet, maka kenikmatan bertamasya di Kota Bogor akan berkurang. Selain tamu yang merasa kurang nyaman, warga kota pun merasa kurang nyaman bila berkendara.

Inti Permasalahan 1, Infrastruktur Jalan

Sebanarnya permasalahan pokok mengenai kemacetan yang dialami oleh Kota Bogor karena tidak ada dekonsentrasi arus lalu lintas. Sejak zaman Belanda, ruas jalan yang ada hanya berputar di sekitar kota dan tidak ada jalan tembus. Semua kendaraan dari luar kota harus masuk kota karena jalannya dibuat seperti itu. Dengan demikian Kota Bogor terasa sangat kecil dan padat. Di Kota Bogor, semua jalan berujung pada kebuntuan atau masuk kembali ke jalur utama yang nantinya harus masuk kembali ke pusat kota.
Jalan-jalan di komplek perumahan sengaja dibuat eksklusif dan tidak ada jalan tembus yang memungkinkan kendaraan mencari alternative yang bisa dilewati. Ini mengakibatkan lalu-lintas di Kota Bogor menjadi semakin sulit dikendalikan. Sudah saatnya Bapak Walikota membuat kebijakan yang berhubungan dengan pembukaan akses melewati perumahan.
Bottleneck lalu lintas banyak terdapat di Bogor.
Sebagai contoh; Jalan Merdeka cukup lebar tetapi begitu masuk ke wilayah Cimanggu (Jl Tentara Pelajar dan seterusnya), jalan menyempit sehingga otomatis menimbulkan kemacetan, demikian juga halnya dengan jalan penghubung antara Gunung Batu dengan Pasir Kuda , antara Kebon Pedes dengan Jalan Baru (Jl. Soleh Iskandar), antara Jl Soleh Iskandar dan Cilebut dan Jalan KS Tubun menuju ke arah Ciluar.
Selain itu, jalan penghubung antara satu arteri ke arteri lain atau dari satu kolektor ke kolektor lain terlalu sempit. Contoh paling nyata adalah ruas jalan Ciapus-Pancasan, betapa sempitnya untuk menampung lebih dari 20000 kendaraan per hari, atau jalan penghubung antara Sukaraja dengan Jalan Raya Pajajaran yang melewati Komplek Perumahan Bogor Baru lebarnya hanya 6 meter dan dipersempit oleh gili-gili trotoir yang tinggi harus menampung lebih dari 20.000 kendaraan roda dua dan roda empat per hari.
Jadi inilah inti penyebab utama kemacetan: 
1) Semua arus lalu lintas tidak terurai, terpusat pada satu zona, dan cenderung berputar di pusat kota
2) Tidak ada jalan tembus pada pusat simpul kemacetan dan 
3) Sebagian besar badan jalan terlalu sempit.
Upaya dekonsentrasi jangka pendek harus dilakukan oleh PEMKOT Bogor melalui perubahan jaringan jalan yang ada. Intinya adalah dengan cara membuat jalan tembus dari seluruh penjuru Kota Bogor dan terintegrasi dengan Kabupaten Bogor. Jalan tembus tersebut dibuat dengan tujuan untuk membuat short cut. Beberapa jalan tembus dan pelebaran yang sangat mendesak untuk direalisasikan adalah
sebagai berikut:
1. Jalan Manunggal harus diperlebar menjadi minimal 12 meter (badan jalan) sehingga mampu menampung limpahan arus dari Jl. Martadinata, agar kendaraan tidak perlu berputar ke dalam kota, demikian juga sebaliknya.
2. Jalan Tembus antara Perempatan Jl Bangbarung Raya di PERUMNAS BANTARJATI ke Pertigaan Air Mancur sehingga kendaraan dari wilayah PERUMNAS Bantarjati dan Sekitarnya tidak perlu memasuki pusat kota. Lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 20 meter.
3. Jalan Tembus dari exit tol Jagorawi ke wilayah Cikaret, melalui ujung Jalan Roda dan Gang Aut. Tujuannya menghilangkan beban pusat kota dari pengguna jalan yang akan menuju wilayah Cikaret, Bondongan dan Sekitarnya. Lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 20 meter.
4. Jalan tembus antara Wangun (Jl Raya Tajur) dengan Pamoyanan sampai dengan Cikaret/Kotabatu. Lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 16 meter.
5. Pelebaran ruas Jalan Merdeka-Tentara Pelajar dan pembuatan jalan tembus ke Jl KH Soleh Iskandar. Tujuannya adalah mengurangi kepadatan lalu lintas dan mempersingkat waktu tempuh pada jam sibuk Pagi dan sore hari bagi kendaraan yang berasal dari pusat kota menuju JL Soleh Iskandar dan sebaliknya. Lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 20 meter. Pada jam sibuk, kepadatan arus lalu lintas yang melalui ruas ini sudah mencapai 200 kendaraan per menit.
6. Pelebaran jalan antara Jl. Raya Pajajaran ke Tanah Baru-Cimahpar sampai Sukaraja yang melewati Komplek Perumahan Bogor Baru. Lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 16 meter. Tindakan untuk ruas ini sangat diperlukan realisasi secepatnya mengingat pada jam sibut jumlah kendaraan yang melalui ruas ini mencapai 150 kendaraan per menit.
7. Memperlebar jalan antara Jl Raya Pajajaran menuju Katulampa, lebar badan jalan yang dibuat setidaknya 12 meter.
8. Membuka bottleneck yang diakibatkan oleh penutupan jalan oleh Komplek Perumahan atau oleh warganya secara sepihak. Tujuannya adalah agar seluruh kendaraan mendapat alternatif jalan yang mudah dilalui. Konsekuensinya adalah seluruh komplek perumahan yang ada di Kota Bogor wajib membuat jalan tembus yang memadai antara Jalan masuk di bagian depannya ke bagian belakangnya. Diperlukan pembongkaran portal yang dibuat warga secara sepihak, padahal yang membuat jalan bukan mereka.
9. Jl Raya Pajajaran Ruas: Perempatan Jl Salak-Lodaya II – Rumah Dinas Walikota sampai dengan Tugu Kujang; pelebaran sangat diperlukan sehingga sama lebarnya dengan ruas di bagian Utara dan Selatan.
10. Memperlebar ruas Jl Pangrango-Ciremai-Sampai dengan Warung Jambu. Setidaknya badan jalan di ruas tersebut harus diperlebar sampai dengan 10 meter. Kedepannya, jalan tersebut dapat digunakan sebagai jalan tembus alternatif untuk mengurai kepadatan di Jl Raya Pajajaran.
11. Meneruskan rencana Jl Outer Ring Road Ruas Timur, Selatan dan Ruas Barat yang belum terealisasi seluruhnya.
12, Perlu direncanakan inner Bogor Ring Road yang menghubungkan titik-titik kemacetan satu dengan lainnya, sehingga seluruh simpul kemacetan dapat terurai dengan sempurna, sebagai contoh dari ujung Jl. Ahmad Yani di dekat Warung Jambu ke arah Jl. Dadali ditembuskan ke Jl Tentara Pelajar ke Jl Dr. Sumeru sampai dengan Jl. Darul Quran. Dari ujung Jl Darul Quran Jalan tersebut diteruskan ke daerah Cikaret dan menyambung dengan usulan saya pada nomor 3.

Inti Permasalahan 2 : Sistem Transportasi Publik

Sarana angkutan umum yang utama di Kota Bogor adalah ANGKOT (angkutan kota). Harus dipikirkan konversinya menjadi sistem angkutan massal. Meskipun ukuran angkot kecil, kendaraan tersebut benar-benar mendominasi jalan raya karena dimensi ruang jalan yang digunakan tidak jauh berbeda dengan bus berukuran besar.  Oleh karena itu sudah selayaknya Kota Bogor harus memiliki sistem transportasi massal berukuran besar. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi, ANGKOT dan sepeda motor di seluruh ruas jalan. 
Implementasi sistem transportasi massal tentunya tidak terlepas atau berhubungan erat dengan kapasitas jalan dan panjang rute trayek yang akan dibuat. Jadi tujuan saya mengusulkan pelebaran dan penembusan jalan salah satunya adalah untuk mendukung dibangunnya sistem transportasi massal.
ANGKOT (pengemudinya) seringkali tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Selain sering berhenti seenaknya, juga sering mangkal di tempat yang menganggu kelancaran lalu lintas. Cobalah tengok di beberapa simpul kemacetan seperti di depan Kantor PLN JL Kapten Muslihat, de depan Pasar Baru Bogor Jl. Suryakencana, di depan Terminal Bis Baranangsiang dan beberapa tempat lainnya. Perlu penegakan hukum oleh Kepolisian dan pendidikan berlalu lintas secara komprehensif kepada pengemudi angkutan umum ini.
ANGKOT juga terlalu banyak jumlahnya. Hal ini tentunya berhubungan dengan pemberian izin oleh Dinas Perhubungan Kota Bogor. Bapak Walikota harus meninjau kembali perizinan ini. Memang ANGKOT bukanlah satu-satunya penyumbang kemacetan, tetapi jika jumlahnya terlalu banyak dan sering berhenti seenaknya akan menjadikan moda transportasi ini sebagai biang kemacetan.
Bagi Kang Bima Arya yang sudah lama menetap di Australia mungkin sudah sangat mafhum, betapa berbedanya system transportasi yang ada disana dengan realitas yang kita hadapi di Kota Bogor. Kalau untuk urusan transportasi public, saya yakin PEMKOT Bogor sudah memiliki rencana yang spesifik dan terintegrasi dengan sistem transportasi antar moda dan system tranportasi massal. Namun demikian saya hanya ingin menyampaikan saran mengenai terminal bus antar kota dan sistem transportasi terpadu antar moda dalam kota melalui berbagai upaya yang diimplementasikan dalam sistem transportasi massal terpadu.
Harapan kami selanjutnya adalah Terminal Bus Baranangsiang direvitalisasi dan ditingkatkan kapasitasnya. Misalnya saja Terminal yang luasnya tidak sampai satu hektar itu dibuat bertingkat. Misalnya terminal dibangun 5 lantai dengan penggunan seluruhnya hanya untuk terminal terpadu dan bukan untuk hotel atau kawasan komersil eksklusif dan hanya untuk kalangan tertentu. Maksudnya adalah, jangan sampai terminal tersebut hanya dijadikan hotel dan mall oleh investor, sedangkan fungsi terminalnya sendiri dipersempit. Kita dapat mencontoh bagaimana Singapura membangun mall dan hotel di dalam terminal dan stasiun MRT. Kita bisa melihat bagaimana mereka mengintegrasikannya dengan baik dan sempurna.
Demikian juga dengan rencana pembangunan terminal bus di Tanah Baru sebagai sentra terminal ke luar kota jarak jauh. Sampai sekarang belum terlihat adanya kegiatan pembangunan fisik.
Terminal Bubulak nampaknya harus direview fungsinya dan direvitalisasi menjadi terminal untuk kawasan Bogor bagian Barat. Kawasan terminal yang semrawut betul-betul tidak mencerminkan sebuah terminal yang nyaman dan aman untuk penggunanya.
Terminal Ciawi sampai sekarang nampaknya masih berada di alam mimpi. Tentunya jika terminal ini dibangun akan sangat membantu mengurai kemacetan yang ada di Kota Bogor.

Inti Permasalahn 3: Integrasi Angkutan Jalan Raya dengan Kereta Api

Sudah saatnya Bapak Walikota memikirkan pembangunan rute baru kereta api dari Ciawi menuju bekasi melewai Cibinong. Tentunya hal ini harus dikoordinasikan dengan Pihak Kabupaten Bogor dan Pemerintah Republik Indonesia dan PT Kereta Api. Pembangunan rute ini sangat membantu mengurai kepadatan lalu lintas selain di Kota Bogor, Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, juga Kabupaten dan Kota Bekasi.
Untuk kereta api di Kota Bogor sendiri sebaiknya KRL diperpanjang perjalanannya sampai dengan Rancamaya atau setidaknya sampai Cipaku. Selain itu diperlukan pembukaan stasiun baru di Kebon Pedes dan Kedung Badak. Untuk stasiun baru tersebut diperlukan pembukaan akses jalan untuk kendaraan umum. Saya yakin, pembukaan stasiun baru ini akan mengurangi kemacetan di dalam Kota Bogor secara signifikan.
Pengintegrasian sistem angkuran massal dalam kota dengan kereta api sangat diperlukan dan mendesak. Pembangunan sistem terintegrasi ini merupakan konsekuensi dari adanya warga commuter yang setiap hari berangkat bekerja di Jakarta. Seperti diketahui mereka tinggal di tempat yang sangat tersebar. Dengan adanya stasiun baru dan terintegrasinya dengan sistem transportasi massal dalam kota, maka mereka tidak perlu lagi menuju satu titik yaitu stasiun Bogor yang berada di pusat kota.

Saya rasa cukup sekian, terima kasih atas perhatian Kang Bima Arya
Mohon maaf jika ada kata yang tidak berkenan…
Hormat Saya
Endih Herawandih
Kampung Cilibende RT 2 RW 2,
Kelurahan Babakan-Kecamatan Bogor Tengah
Bogor 16128


Selasa, 21 Oktober 2014

Beautiful West Bogor


West Bogor is a resource-rich sub region of Bogor Regency. Sub-districts included in this sub-region those have beautiful landscape are consists of Jasinga, Cigudeg, Nanggung, Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, and Ciampea.

Here, I present some beautiful landscape from West Bogor which I shot several months ago.

Cianten Tea Plantations and Surroundings Area

This tea plantations is located in Leuwiliang Sub-district. We can reach this by using motorcycle or car. It's not so far from Bogor City (about 50km), but it could take about 4 hours to go there due to the bad road infrastructure. From Bogor City to Leuwiliang town the road is good enough, but the traffic jam along the road makes the journey takes any longer time than the usual.



She learn how to take a photo,